
"Kalau Mega memaksakan diri atau dipaksa maju, itu sama dengan menyiapkan kekalahan calon presiden dari PDIP tiga kali berturut-turut," kata Andrinof dalam diskusi bertajuk "Menguji Kenegarawanan Megawati" di Jakarta, Senin, 4 Mei 2009.
Dikatakannya, peluang Megawati dan Jusuf Kalla menang dalam pemilihan presiden 2009, mengalahkan calon Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, sangat kecil.
"Hanya mukjizat yang bisa membikin tokoh-tokoh itu mengalahkan Yudhoyono," kata pengamat dari Universitas Indonesia tersebut.
Menurut Andrinof, pilihan realistis bagi Megawati saat ini adalah menjadi pencetak pemimpin (king maker) dengan lapang dada mengusung tokoh lain sebagai calon presiden.
"Dengan mengangkat tokoh lain, `power` (pamor) Mega di masyarakat justru bisa naik," katanya.
Andrinof menampik anggapan bahwa PDIP bakal pecah jika Megawati, yang dianggap tokoh perekat partai, mundur dari calon presiden.
"Itu ilusi, yang diciptakan faksi di dalam PDIP. Kalau dipaksakan, justru PDIP rugi semua," katanya.
Senada dengan Andrinof, pengamat politik Andi Syafrani dari Charta Politika menyatakan Megawati, yang pernah dikalahkan Yudhoyono di pemilihan presiden 2004, belum memiliki nilai tambah untuk kembali menantang calon bertahan tersebut.
Menurut dia, ada yang berusaha mendorong Megawati tetap maju menantang Yudhoyono dengan mengacu pada hasil penghitungan Komisi Pemilihan Umum, yang untuk sementara menempatkan PDIP di urutan teratas perolehan suara.
"Kalau Mega tetap maju, tentu ini yang diinginkan Yudhoyono, karena sudah pasti yang menang Yudhoyono," katanya.
Terkait dengan tokoh lain, yang dianggap memiliki kemampuan menjadi penantang kuat Yudhoyono, Andrinof dan Andi sepakat, Prabowo-Rizal Ramli memiliki peluang itu.
Persoalannya adalah, kata Andrinof, apakah PDIP rela menyerahkan tiketnya kepada orang luar, yang bukan kadernya. **(mp/ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar