
"Hampir tidak ada kontrol," kata Ikrar di Jakarta, Selasa, 12 Mei 2009, menanggapi merapatnya PDIP ke koalisi yang digalang Demokrat.
Apalagi, lanjut Ikrar, jika nantinya Partai Golkar juga ikut-ikutan bergabung, maka parlemen hanya akan menjadi tukang stempel.
Menurut dia, jika Susilo Bambang Yudhoyono ingin mendapat kekuatan di parlemen, sebaiknya menggandeng tokoh partai politik (parpol), sehingga tidak perlu minta dukungan dari PDIP.
"Kemarin sistem pemerintahan dan parlemen sudah berjalan agak seimbang. Jangan sampai sistem yang sudah bagus nantinya malah mundur lagi," katanya.
Ikrar mengaku heran jika PDIP sampai berkoalisi dengan Demokrat. Sebab, selama ini partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu telah menjadi ikon oposisi.
Karena itu, lanjut Ikrar, jika nantinya PDIP benar-benar memilih bergabung dengan Demokrat maka PDIP terkesan berorientasi pragmatis.
Demokrasi Terancam
Lebih lanjut diungkapkannya, jika dua kekuatan politik, Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangkan (PDIP), bergabung dikhawatirkan bakal membuat iklim demokrasi tidak kondusif.
Sebab, ujarnya, nantinya tidak ada "check and balances" dari parlemen.
"Bukan hanya demokrasinya yang terancam, pemerintahannya juga tidak ada kontrol dari parlemen. Apalagi nantinya Golkar juga ikut-ikutan bergabung, nanti di parlemen hanya tukang stempel saja," kata Ikrar.
Pihaknya mengaku heran jika PDIP sampai berkoalisi dengan Demokrat. Sebab, selama ini partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini telah menjadi ikon oposisi.
Karena itu, jika nantinya PDIP memilih bergabung dengan Demokrat terkesan berorientasi pragmatis.
"PDIP kemungkinan besar bergabung di kabinet, jika SBY mengambil Boediono sebagai pendamping. Memang Boediono bukan orang PDIP, tapi dia diangkat menjadi menteri di era Megawati," paparnya.
Pihaknya juga khawatir jalannya pemerintahan ke depan akan mirip dengan Orde Baru yang hampir tidak ada kontrol dari parlemen.
Menurut dia, jika SBY ingin mendapat kekuatan di parlemen, sebaiknya menggandeng tokoh partai politik (parpol), sehingga tidak perlu minta dukungan dari PDIP.
"Kemarin sistem pemerintahan dan parlemen sudah berjalan agak seimbang. Jangan sampai sistem yang sudah bagus nantinya malah mundur lagi," harapnya.
Menurut Ikrar, sebaiknya SBY mempertimbangkan figur Akbar Tandjung sebagai calon pendamping ketimbang Boediono.
Menurut dia, Akbar memiliki dukungan massa yang riil dan punya kapabilitas. Meski tak sebagus Boediono di bidang ekonomi, Akbar juga punya pengalaman saat dirinya menjabat menteri perumahan rakyat.
"Akbar tidak emosional dalam menghadapi persoalan. Selain itu, dia profesional dan punya kapasitas yang mumpuni," demikian Ikrar.** (mp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar