JAKARTA, MP - Menjamurnya puluhan pedagang kaki lima (PKL) di Perkampungan Budaya Betawi (PBB), Jagakarsa, Jakarta Selatan, agaknya mulai diresahkan pihak pengelola perkampungan tersebut. Sebab kehadiran PKL itu cukup membuat kawasan obyek wisata ini menjadi semrawut. Karenanya, pihak pengelola mendesak Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan segera merelokasi seluruh PKl yang ada. Sehingga kawasan wisata ini menjadi lebih rapih dan pengunjung merasa nyaman.
Pantauan di lokasi, puluhan PKL memadati seluruh sudut obyek wisata tersebut. Sehingga membuat suasana sekitar Setu Babakan menjadi terkesan kumuh dan semrawut. Tak dipungkiri, sebab baik pengunjung maupun PKL terkadang membuang sampah sisa makanan dengan seenaknya ke dalam setu, sehingga permukaan air setu menjadi kotor dan terkesan tidak terawat.
Anggota Lembaga Pengelola PBB Jagakarsa, Indra Sutisna, mengatakan, maraknya PKL ini dikarenakan tidak adanya pajak berjualan atau retribusi dari pihak pengelola PBB Jagakarsa. Apalagi salah satu cagar budaya itu merupakan milik Pemprov DKI, sehingga pihak pengelola tidak merasa memiliki hak memungut retribusi dalam bentuk apapun.
"Semua itu seperti semut dan gula. Kebetulan banyak orang yang berwisata ke sini jadi PKL juga marak berjualan,” jelas Indra, saat ditemui di kantornya. Selama ini pihaknya hanya menekankan tingkat kebersihan yang harus dijaga oleh para pedagang. Namun, imbauan pihak pengelola diabaikan begitu saja oleh para pedagang. Terbukti masih banyaknya sampah-sampah yang tersebar di sejumlah titik.
Melihat kenyataan yang terjadi, yakni semakin bertambah kotor dan terkesan kumuhnya lahan sekitar Setu Babakan, Indra berinisiatif untuk bekerja sama dengan Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta, serta masyarakat setempat untuk merelokasi para PKL tersebut. “Lahan ini kan milik Pemda, yang pengelolaanya ada di bawah wewenang Dinas PU Tata Air. Sedangkan urusan pedagang ini kewenangan Dinas KUMKMP, jadi kita akan minta kedua dinas terkait untuk merelokasi PKL,” lanjut Indra.
Indra menambahkan, lembaga pengelola PBB juga meminta peran serta masyarakat sekitar Setu Babakan dan pengunjung untuk senantiasa menjaga situs budaya betawi ini. Karena situs tersebut merupakan aset yang perlu dijaga dan dirawat secara bersama-sama. "Jadi tanggung jawab kita bersama juga untuk menjaga dan merawatnya. Di sini kita bisa menikmati dan belajar lebih jauh tentang kekayaan budaya masyarakat Betawi di dalamnya,” katanya.
Wahono (34) pedagang kerak telor di Setu Bakakan mengaku, pihak pengelola memang mengimbau agar selalu menjaga kebersihan. Namun masih saja ada pedagang sekitar yang kurang menjaga kebersihan. "Kadang-kadang saya juga membuang sampah sembarangan," katanya.
Untuk tercipta kebersihan dan kenyamanan pengunjung, Wahono beserta pedagang lainnya berjanji akan lebih menjaga kebersihan. Ia juga menyetuji jika akan direlokasi namun masih berada di lokasi Setu Babakan. "Jika itu bisa membuat lokasi menjadi lebih baik dan tertib, kita setuju saja," ujarnya.
Susi (30) salah satu pengunjung, mengaku sering mengunjungi lokasi tersebut karena dekat dengan rumahnya. Namun, ia menyayangkan dengan kondisi situ yang semakin kotor, karena banyak sampah yang dibuang ke dalam setu. "Tempat wisata alam seperti ini sudah jarang ada di Jakarta, seharusnya dijaga dan dilestarikan," tandas, Susi warga Ciganjur ini. (red/*bj)
Sabtu, Mei 29, 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar