JAKARTA, MP - Regulasi mengenai pengendalian tembakau atau rokok dinilai masih sangat lemah. Kebijakan pemerintah terkait pengendalian tembakau sepertinya tidak memiliki dampak berarti dalam upaya menanggulangi rokok di Indonesia. Hal ini terbukti dengan naiknya peringkat Indonesia dalam dua tahun terakhir sebagai konsumen rokok terbesar di dunia, dari posisi ke-5 menjadi ke-3 setelah Cina dan India.
Di Jakarta, meski Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok (revisi dari Pergub Nomor 75 Tahun 2005), namun masih banyak juga warga yang merokok di tempat terlarang.
"Peraturan-peraturan yang dibuat perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, khususnya masyarakat," ujar Tinia Budiati, Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta, saat menghadiri acara Talk Show Tanpa Rokok (STAR), di gedung Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu (29/5).
Bahkan di dunia pun, WHO telah mengesahkan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) sejak tahun 1988, yang diperingati setiap tanggal 31 Mei. Peringatan tersebut bertujuan menarik perhatian masyarakat dunia terhadap epidemik rokok. Acara STAR yang diselenggarakan untuk memperingati HTTS ini, diikuti oleh sekitar 2.000 siswa SMP, SMA, mahasiswa, dan pramuka se-DKI Jakarta.
Dia sangat mengapresiasi berbagai kegiatan yang mampu merangkul seluruh elemen untuk menyadarkan tentang bahaya merokok. Selain itu, masyarakat juga perlu menyadari akan pentingnya kesehatan. "Setiap tahun jumlah perokok selalu meningkat. Saya berharap generasi muda untuk menghindari rokok dan remaja harus pandai memilih aktifitas," paparnya.
Dirinya juga optimis dengan generasi muda Jakarta yang mulai sadar, bahwa bahaya rokok tidak hanya untuk si perokok sendiri namun juga bagi orang lain dan lingkungannya. Karena asap rokok merupakan salah satu zat yang membahayakan lapisan udara. "Upaya-upaya seperti ini menyadarkan remaja untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif," katanya.
Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Nia Hanafi, menuturkan, banyak sekali dampak negatif yang disebabkan rokok, salah satunya bagi kesehatan diri sendiri dan orang lain. Kegiatan STAR bertujuan mengajak dan mengingatkan masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan dari rokok, khususnya bagi perempuan dan remaja.
Fakta menunjukkan, anak-anak dan perempuan merupakan korban yang paling rentan dari dampak epidemi rokok, sebagai korban perokok pasif. Sebanyak 43 juta anak dan 60 juta perempuan Indonesia dinyatakan menghisap asap rokok orang lain. "Untuk itu harus ada upaya pengendalian rokok untuk mewaspadai epidemik rokok dengan peningkatan pada wanita dan anak muda," ungkapnya.
Nia berharap dengan kegiatan STAR yang melibatkan 2.000 anak Jakarta dapat memberikan pengetahuan yang lebih bagi mereka. Serta dapat menyebarkan kepada remaja lainnya. "Pengetahuan anak-anak tentang bahaya rokok akan bertambah dan diharapkan dapat menyebar luaskan kepada orang lain," harapnya.
Eka Pratiwi (17) kelas 11 SMKN 36 Jakarta mengaku, senang dapat berpartisipasi dalam acara tersebut lantaran bisa ikut mengampanyekan bahaya merokok. "Di sekolah diberlakukan kawasan dilarang merokok. Bahkan kepala sekolah pun tidak merokok. Selain sehat, tidak merokok juga dapat menjaga lingkungan sekitar," tuturnya. (red/*bj)
Sabtu, Mei 29, 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar