JAKARTA, MP - Untuk meminimalisir penyalahgunaan halte menjadi tempat mangkalnya pedagang kaki lima (PKL), sebanyak 128 halte di Jakarta Selatan (Jaksel) telah diubah dari halte terpadu menjadi halte Betawi. Saat ini, masih tersisa 212 halte yang belum berubah dari total 340 halte dan diharapkan rampung pada tahun 2010.Perubahan jenis halte dari halte terpadu menjadi halte Betawi dikarenakan ukuran halte terpadu dinilai terlalu luas, yakni 2,5x10 meter persegi. Akibatnya, halte itu cenderung disalahgunakan menjadi tempat berdagang atau tempat tidur gelandangan dan pengemis pada malam hari.
"Selama ini ukuran halte Betawi terlalu besar. Akibatnya, banyak pedagang yang memanfaatkannya menjadi kios permanen. Terlalu besarnya ukuran halte juga rawan aksi kejahatan. Sebab, tak jarang pelaku kejahatan memanfaatkan halte sebagai tempat berkumpul untuk menjerat korban," kata Mardanus Pasaribu, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Sudin Perhubungan Jaksel, Selasa (3/11).
Perubahan halte terpadu menjadi halte Betawi, kata Mardanus, dilakukan secara bertahap. Untuk halte Betawi, luas yang dibutuhkan hanya 2,5x5 meter persegi. Dengan begitu, fungsi halte benar-benar dimanfaatkan pengguna angkutan umum saja.
“Ukuran halte Betawi lebih minimalis. Seluruhnya dibuat dengan bahan stainless steel sehingga lebih kokoh dan tahan lama. Dengan ukuran yang diperkecil, tak bisa lagi dimanfaatkan PKL atau ditempati gepeng pada malam hari," tegas Mardanus.
Pihaknya merinci, sejak bulan Januari hingga Oktober 2009, di Jaksel telah dibangun 128 halte Betawi dan 10 halte minimalis dari total 340 halte terpadu yang ada. Hingga kini, halte Betawi dapat dilihat di flyover Tanjungbarat, Pasarminggu, dan depan kantor Walikota Jaksel. Sedangkan halte minimalis telah beroperasi di seberang kantor Imigrasi Mampangprapatan. “Rencananya tahun depan, seluruh halte bus di Jaksel sudah ditingkatkan menjadi halte Betawi maupun halte minimalis,” harapnya. (eko/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar