“Belum ada satu bulan trotoar itu diperbaiki, malah sekarang sudah dibongkar lagi. Ibaratnya saya yang punya warung di depannya saja belum sempat injak konblok trotoar, justru trotoarnya sudah dibongkar lagi. Mereka juga terlalu lamban dalam pembuatan saluran itu," ujar Zairin, warga setempat yang juga memiliki sebuah warung di kawasan tersebut.
Menurutnya, akibat lambannya pembangunan saluran air itu, warung miliknya menjadi sepi pembeli. Pasalnya, akses menuju warungnya itu terputus oleh gunungan tanah galian.
Kemudian akibat pembuatan saluran air itu, sebuah pohon besar yang berada di area penggalian tanah terancam hilang. Pasalnya, pembuatan saluran itu melintasi sebuah pohon yang telah lama berdiri kokoh.
“Saya juga khawatir dua tiang listrik di situ ambruk. Karena tanahnya sudah digali, tetapi tiangnya masih dibiarkan berdiri di tempatnya semula. Harusnya kalau petugas membuat saluran tidak hanya memperhatikan proyeknya saja, tetapi juga memperhatikan dampak keselamatan manusia di sekitarnya,” ujar Ny Neni, warga lainnya.
Bahkan menurut Ny Neni, rekanan yang menggarap proyek tersebut tidak profesional. Terbukti, sebuah pohon besar yang berada di area dalam Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan turut ditebang. Padahal, wilayah itu merupakan kawasan konservasi yang dilindungi sesuai Perda No 3 tahun 2005 dan Pergub No 129 tahun 2007.
Sementara, Kasubag TU Sudin PU Air Jakarta Selatan, Imlan mengatakan, setahunya jika ada proyek pekerjaan saluran yang berkaitan dengan pohon pihak rekanan melakukan koordinasi dengan Sudin Pertamanan terkait perizinan. “Setahu saya jika ada proyek-proyek saluran, sudah ada koordinasi dengan pihak terkait,” katanya. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar