
Berdasarkan data Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, dari 27 SPBU itu, 25 di antaranya berada di daerah jalur hijau dan dua SPBU lainnya berada di damija (daerah milik jalan) sehingga harus dibongkar atau ditutup. Kemudian, dari 25 SPBU yang berada di jalur hijau, sebanyak 11 SPBU adalah milik Pertamina, sisanya milik swasta. Adapun SPBU yang telah ditutup di antaranya adalah dua SPBU di Jl Hayam Wuruk, Jakarta Barat, satu SPBU di Jl Kyai Tapa, Jl Suryo, dan di Jl Abdul Muis. Untuk merealisasikan pembuatan RTH ini, Pemprov DKI telah menganggarkan Rp 2,025 miliar.
Total luas lahan dari 27 SPBU yang akan dijadikan RTH itu mencapai 47.250 meter persegi, yang tersebar di lima wilayah.Di Jakarta Selatan sebanyak 17.804 meter persegi (dari 10 SPBU). Kemudian jakarta Pusat sebanyak 14.560 meter persegi (11 SPBU), Jakarta Utara 6.475 meter persegi (4 SPBU), Jakarta Barat 4.288 meter persegi (4 SPBU) dan Jakarta Timur 4.123 meter persegi (3 SPBU).
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Ery Basworo, mengatakan, hingga tahun 2010 baru 26 SPBU yang telah disegel dan dibongkar. Sedangkan satu SPBU lagi yang merupakan milik Kodam V Jaya/Mabes TNI yang berlokasi di Jl DR Wahidin seluas 1.000 meter persegi belum bisa dilakukan penutupan dengan alasan keamanan.
“Hanya satu yang belum bisa kita tutup dan bongkar. Tapi mudah-mudahan tahun ini mereka bisa menutup SPBU tersebut sehingga bisa segera dilakukan pengerjaan fisik. Sedangkan yang lainnya sudah siap untuk dilelang pengerjaan fisik taman,” kata Ery Basworo di Jakarta, Selasa (27/4).
Ery juga menerangkan, nilai proyek untuk pembangunan taman adalah berkisar antara Rp 300 – 500 juta, tergantung luasnya taman. Sejumlah anggaran proyek tersebut cukup besar untuk sebuah pembangunan taman. Sebab, para pemenang lelang harus melakukan pengangkatan beton pondasi SPBU yang membutuhkan biaya paling besar atau mahal. Setelah itu, eks SPBU itu akan ditanami dengan pohon-pohon pelindung seperti pohon trembesit dan mahoni. Pembangunan hanya difokuskan pada taman kota, tidak bersifat taman interaktif. Karena rata-rata letak eks SPBU itu berada di tengah jalan sehingga tidak mungkin dijadikan taman interaktif.
“Kita tidak tanam pohon produktif yang menghasilkan buah,” ujarnya. Selanjutnya untuk pembangunan ke-14 taman itu ditargetkan selesai pada akhir 2010. Saat ini, kendati masih proses lelang, hampir semua eks SPBU itu sudah ditanami pohon-pohon pelindung.
Kemudian, untuk segera bisa merampungkan program refungsi SPBU menjadi taman, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI juga akan mengusulkan anggaran proyek pembangunan taman bagi 13 eks SPBU lainnya. Dengan dibangunnya 27 SPBU menjadi taman kota, kata Ery, tidak mengakibatkan banyak penambahan RTH. Sebab total luas ke-27 eks SPBU itu hanya sekitar 4 hektar.
Selanjutnya, meski ditargetkan akan rampung seluruh pembangunan taman tersebut, saat ini ternyata masih ada tiga pemilik eks SPBU yang menempuh jalur hukum. Masing-masing adalah SPBU di Jl Hayam Wuruk, pemiliknya sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Sisanya, yaitu SPBU di Jl Pakubuwono dan Jl Mataram sedang berusaha mengajukan kasus penutupan SPBU ke pangadilan negeri setempat. “Langkah itu sah-sah saja. Silahkan kalau ingin menempuh jalur hukum,” tegasnya.
Jika seluruh SPBU di jalur hijau itu tidak dibongkar, bisa melanggar Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dalam pasal 73 UU itu disebutkan bahwa barang siapa yang mengizinkan berdirinya bangunan di jalur hijau, dijerat hukuman kurungan maksimal tiga tahun penjara. Sedangkan sesuai Instruksi Gubernur (Ingub) DKI No 138 tahun 2005, batas akhir pembongkaran SPBU di jalur hijau paling lambat 2010. Apalagi, sejak 1960-an hingga saat ini, SPBU di jalur hijau tidak pernah memberikan kontribusi kepada Pemprov DKI. Kecuali pajak BBM atas PPN, PPh dan PBB. Namun itupun disetor ke pemerintah pusat. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar